Kamis, 14 April 2016

Live in Porot


Porot Punya Cerita

            Masa livein yang ga bakal aku lupain yang udah ngasih aku banyak pengetahuan baru tentang sulitnya kehidupan orang lain. Untuk mendapatkan gula setetes saja butuh perjuangan dalam perjalanan ke ladangnya apalagi kalo hujan. Mereka harus berjuang untuk mencukupi kebutuhannya walaupun hasilnya gak sebanding sama apa yang mereka kerjakan mereka tetap bersyukur. Mereka harus membawa kayu,rumput, pupuk kandang yang begitu berat dari ladang atau pulang ladang. Jalan untuk ke ladang itu gak semudah yang dibayangin tapi jalannya naik dan licin. Mereka juga harus ke ladang ga cuma 1 kali atau 2 kali tapi sampai 5 kali pun ada untuk mendapat penghasilan yang lebih.
            So, aku ditempatkan di sebuah desa bernama Porot. Desa Porot masuk ke dalam kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Porot termasuk desa yang sudah lumayan maju dari sebelumnya. Terdiri dari kurang lebih 300 kepala keluarga. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian berkebun atau pergi ke ladang. Mereka juga rata-rata memiliki ternak berupa sapi atau kambing dan masing-masing rumah juga paling tidak memiliki ladang dan ayam. Suhu di desa ini juga cukup dingin karena desa ini terletak didataran tinggi. Karena didataran tinggi tak heran banyak yang memiliki ladang yang ditanami kopi atau pohon aren. Mayoritas agama penduduk di desa Porot adalah Kristiani.
            Hari Senin tanggal 4 April 2016, aku ikut ke ladang untuk kedua kalinya tapu ke ladang yang berbeda. Hari minggu aku pergi ke ladang yang dekat dengan rumah dan dekat pula dengan kuburan. Untuk sampai ke ladang itu kita harus melewati kuburan itu dan itu sepi banget. Sampai di ladang kita ngambil banyak jambu biji yang udah mateng dan buahnya besar. Kita memasukkan jambu biji itu kedalam ember.  Hari senin aku ikut ke ladang yang berbeda dan bapaknya berkata kalo ladangnya gak terlalu jauh. Awalnya aku pengin ikut pergi ke ladang yang pertama jam 6 pagi tapi dilarang karena malemnya habis hujan jadi jalannya licin banget daripada nanti aku jatuh terus jadi aku lebih baik gak ikut. Kita pergi dengan berjalan kaki dan itu jauh menurutku dan jalannya naik ke atas. Aku pergi ke ladang kira-kira jam 9 pagi itupun jalannya masih licin. Baru menginjak tanah yang becek aja sandal dan kakiku udah penuh tanah. Aku sering terpeleset saat jalannya naik dan licin. Saat perjalanan aku liat banyak penduduk setempat membawa kayu, rumput dan pupuk kandang bahkan membawanya dengan dipikul. Yang bikin kangum adalah yang membawa ibu-ibu bahkan ibu-ibu yan sudah lanjut usia. Ibu itu membawanya seakan-akan tidak merasa berat dan tidak lelah padahal jalannya naik. Bahkan saat membawanya tidak terpleset , tidak seperti aku yang hanya membawa ember dan minum saja sudah terpeleset berulang-ulang. Bapaknya berkata kalau membawa kayu yang besar itu penghasilannya hanya Rp 25.000,00 jadi mereka harus berulang kali membawa kayu yang besar itu agar memperoleh penghasilan yang cukup.
            Setibanya aku diladang, bapak yang pergi bersamaku menunjukkan banyak tumbuhan yang beliau tanam. Tanamannya antaralain kopi, alpukat, durian, pohon jati dan sejenisnya. Kopi yang ditanam hanya panen 1 kali dalam setahun jadi untuk memperoleh yang lebih, bapak harus menjual pohon jati dan sejenisnya agar memperoleh penghasilan yang lebih. Bapak kemudian mengajak aku masih naik ke atas karena masih ada ladang yang diatas dan ada gubuk untuk tempat istirahat. Saat akan naik ke atas aku terpeleset lagi dan embernya jatuh lalu bapak menolongku naik ke atas. Jalan yang dilalui untuk sampai ke atas sangat sulit dan lici jadi sepanjang jalan aku hanya memeganga batang pohon agar tidak terjatuh.
            Sesampainya di gubuk  aku minum air yang aku bawa. Aku melihat pemandangan yang bagus dari atas. Bapak memberitahuku kalau disini jarang ada ular bahkan singa pun tidak ada yang ada biasanya adalah kijang. Di sebelah gubuk milik bapak terdapat tanaman jahe, pisang, cabai dan lain-lain. Gubuk yang aku gunukan untuk berteduh adalah gubu buatan bapaknya sendiri padahal gubuk itu terdiri dari batang pohon yang besar pasti sangat berah membawanya. Kemudian aku diajak ke atas lagi karena bapak akan mencari rumput untuk makan 6 ekor kambing. Aku disuruh menunggu disitu karena jika aku ikut ke atas lagi jalannya sulit dan susah. Aku melihat bapak membuat tali yang digunakan untuk mengikat rumput yang didapat dari batang daun pisang yang biasa disebut gedebok pisang. Sambil menunggu bapaknya mencari rumput atau ngarit aku bermain tanah disekitarku. Tanahnya berwarna merah kecoklatan dan sangat gempur sehingga kata bapaknya mudah longsong jadi beso akan dicangkul agar tanahnya tidak longsor.
            Setelah beberapa lama kemudian bapak memanggilku untuk naik ke atas dan akupun naik ke atas. Aku ditawarkan ubi yang ditanam bapaknya. Jadi aku pulang membawa ubi 5 biji dan itu agak besar sehingga agak berat. Awalnya bapaknya yang ajan membawa tapi aku gak tega karena bapak udah membawa rumput yang banyak dan dibawa dengan diletakkan diatas kepalanya. Aku jalan lebih dahulu dari bapak dan kami melewati jalan yang berbeda dari jalan yang tadi. 
            Saat pejalanan aku bertanya “Bapak gak capek ?” dan bapak berkata kalau sudah terbiasa jadi gak capek. Aku bingung karena bapak sudah cukup tua tapi gak kelelahan dan tidak mengeluh. Aku juga bertemu ibu-ibu yang tadi berangkat bersamaku tapi mereka sudah berjalan menuju ladang untuk ke 2 kalinya. Dalam hati aku bingung karena mereka tidak ada lelahnya dalam mencari nafkah sedangkan aku? Aku hanya bisa meminta uang kepada kedua orangtuaku tanpa memikirkan perjuangan mereka dalam mecari uang agar kehidupanku terpenuhi. Musimnya sedang musim tanam jadi banyak penduduk yang pergi ke ladang untuk memberi pupuk pada tanamannya.

            Sesampainya di rumah aku langsung mandi karena gatal-gatal. Sedangkan bapak akan pergi ke ladang lagi dan aku tidak boleh ikut lagi karena lebih jauh. aku berpikir kalo tadi aja udah jauh tapi dibilang agak jauh apalagi kalau bapaknya bilang kalo jauh pasti jauh banget. Aku merasa agak sedikit bersalah karena mungkin mengeluh jauh sedangkan bapak tidak pernah mengeluh dan terus bekerja keras agar kebutuhannya terpenuhi. Cucu dari bapak pun suka ikut pergi ke ladang padahal anak itu masih kelas 3 SD tapi sudah mau ikut ke ladang.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar