Porot Punya Cerita
Masa livein yang ga bakal aku lupain
yang udah ngasih aku banyak pengetahuan baru tentang sulitnya kehidupan orang
lain. Untuk mendapatkan gula setetes saja butuh perjuangan dalam perjalanan ke
ladangnya apalagi kalo hujan. Mereka harus berjuang untuk mencukupi kebutuhannya
walaupun hasilnya gak sebanding sama apa yang mereka kerjakan mereka tetap
bersyukur. Mereka harus membawa kayu,rumput, pupuk kandang yang begitu berat
dari ladang atau pulang ladang. Jalan untuk ke ladang itu gak semudah yang
dibayangin tapi jalannya naik dan licin. Mereka juga harus ke ladang ga cuma 1
kali atau 2 kali tapi sampai 5 kali pun ada untuk mendapat penghasilan yang
lebih.
So, aku ditempatkan di sebuah desa
bernama Porot. Desa Porot masuk ke dalam kabupaten Temanggung Jawa Tengah.
Porot termasuk desa yang sudah lumayan maju dari sebelumnya. Terdiri dari
kurang lebih 300 kepala keluarga. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian
berkebun atau pergi ke ladang. Mereka juga rata-rata memiliki ternak berupa
sapi atau kambing dan masing-masing rumah juga paling tidak memiliki ladang dan
ayam. Suhu di desa ini juga cukup dingin karena desa ini terletak didataran
tinggi. Karena didataran tinggi tak heran banyak yang memiliki ladang yang
ditanami kopi atau pohon aren. Mayoritas agama penduduk di desa Porot adalah
Kristiani.
Hari Senin tanggal 4 April 2016, aku
ikut ke ladang untuk kedua kalinya tapu ke ladang yang berbeda. Hari minggu aku
pergi ke ladang yang dekat dengan rumah dan dekat pula dengan kuburan. Untuk
sampai ke ladang itu kita harus melewati kuburan itu dan itu sepi banget.
Sampai di ladang kita ngambil banyak jambu biji yang udah mateng dan buahnya
besar. Kita memasukkan jambu biji itu kedalam ember. Hari senin aku ikut ke ladang yang berbeda
dan bapaknya berkata kalo ladangnya gak terlalu jauh. Awalnya aku pengin ikut
pergi ke ladang yang pertama jam 6 pagi tapi dilarang karena malemnya habis
hujan jadi jalannya licin banget daripada nanti aku jatuh terus jadi aku lebih
baik gak ikut. Kita pergi dengan berjalan kaki dan itu jauh menurutku dan
jalannya naik ke atas. Aku pergi ke ladang kira-kira jam 9 pagi itupun jalannya
masih licin. Baru menginjak tanah yang becek aja sandal dan kakiku udah penuh
tanah. Aku sering terpeleset saat jalannya naik dan licin. Saat perjalanan aku
liat banyak penduduk setempat membawa kayu, rumput dan pupuk kandang bahkan
membawanya dengan dipikul. Yang bikin kangum adalah yang membawa ibu-ibu bahkan
ibu-ibu yan sudah lanjut usia. Ibu itu membawanya seakan-akan tidak merasa
berat dan tidak lelah padahal jalannya naik. Bahkan saat membawanya tidak
terpleset , tidak seperti aku yang hanya membawa ember dan minum saja sudah
terpeleset berulang-ulang. Bapaknya berkata kalau membawa kayu yang besar itu
penghasilannya hanya Rp 25.000,00 jadi mereka harus berulang kali membawa kayu
yang besar itu agar memperoleh penghasilan yang cukup.
Setibanya aku diladang, bapak yang
pergi bersamaku menunjukkan banyak tumbuhan yang beliau tanam. Tanamannya
antaralain kopi, alpukat, durian, pohon jati dan sejenisnya. Kopi yang ditanam hanya
panen 1 kali dalam setahun jadi untuk memperoleh yang lebih, bapak harus
menjual pohon jati dan sejenisnya agar memperoleh penghasilan yang lebih. Bapak
kemudian mengajak aku masih naik ke atas karena masih ada ladang yang diatas
dan ada gubuk untuk tempat istirahat. Saat akan naik ke atas aku terpeleset
lagi dan embernya jatuh lalu bapak menolongku naik ke atas. Jalan yang dilalui
untuk sampai ke atas sangat sulit dan lici jadi sepanjang jalan aku hanya
memeganga batang pohon agar tidak terjatuh.
Sesampainya di gubuk aku minum air yang aku bawa. Aku melihat
pemandangan yang bagus dari atas. Bapak memberitahuku kalau disini jarang ada
ular bahkan singa pun tidak ada yang ada biasanya adalah kijang. Di sebelah
gubuk milik bapak terdapat tanaman jahe, pisang, cabai dan lain-lain. Gubuk
yang aku gunukan untuk berteduh adalah gubu buatan bapaknya sendiri padahal
gubuk itu terdiri dari batang pohon yang besar pasti sangat berah membawanya.
Kemudian aku diajak ke atas lagi karena bapak akan mencari rumput untuk makan 6
ekor kambing. Aku disuruh menunggu disitu karena jika aku ikut ke atas lagi
jalannya sulit dan susah. Aku melihat bapak membuat tali yang digunakan untuk
mengikat rumput yang didapat dari batang daun pisang yang biasa disebut gedebok
pisang. Sambil menunggu bapaknya mencari rumput atau ngarit aku bermain tanah
disekitarku. Tanahnya berwarna merah kecoklatan dan sangat gempur sehingga kata
bapaknya mudah longsong jadi beso akan dicangkul agar tanahnya tidak longsor.
Setelah beberapa lama kemudian bapak
memanggilku untuk naik ke atas dan akupun naik ke atas. Aku ditawarkan ubi yang
ditanam bapaknya. Jadi aku pulang membawa ubi 5 biji dan itu agak besar
sehingga agak berat. Awalnya bapaknya yang ajan membawa tapi aku gak tega
karena bapak udah membawa rumput yang banyak dan dibawa dengan diletakkan
diatas kepalanya. Aku jalan lebih dahulu dari bapak dan kami melewati jalan
yang berbeda dari jalan yang tadi.
Saat pejalanan aku bertanya “Bapak
gak capek ?” dan bapak berkata kalau sudah terbiasa jadi gak capek. Aku bingung
karena bapak sudah cukup tua tapi gak kelelahan dan tidak mengeluh. Aku juga
bertemu ibu-ibu yang tadi berangkat bersamaku tapi mereka sudah berjalan menuju
ladang untuk ke 2 kalinya. Dalam hati aku bingung karena mereka tidak ada
lelahnya dalam mencari nafkah sedangkan aku? Aku hanya bisa meminta uang kepada
kedua orangtuaku tanpa memikirkan perjuangan mereka dalam mecari uang agar
kehidupanku terpenuhi. Musimnya sedang musim tanam jadi banyak penduduk yang
pergi ke ladang untuk memberi pupuk pada tanamannya.
Sesampainya di rumah aku langsung
mandi karena gatal-gatal. Sedangkan bapak akan pergi ke ladang lagi dan aku
tidak boleh ikut lagi karena lebih jauh. aku berpikir kalo tadi aja udah jauh
tapi dibilang agak jauh apalagi kalau bapaknya bilang kalo jauh pasti jauh
banget. Aku merasa agak sedikit bersalah karena mungkin mengeluh jauh sedangkan
bapak tidak pernah mengeluh dan terus bekerja keras agar kebutuhannya
terpenuhi. Cucu dari bapak pun suka ikut pergi ke ladang padahal anak itu masih
kelas 3 SD tapi sudah mau ikut ke ladang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar